Jumat, 24 Juni 2011

Hak Asasi dan Kewajiaban Asasi Manusia


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


Nama    : Afriman Oktavianus
Nim       : 070144


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG BANTEN
2010



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
            Negara Indonesia adalah negara hukum.[1] Dimana kedudukan manusia dalam hukum sangat erat hubungannya dengan hak asasi yang di miliki oleh manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugrahi hak dasar tersebut, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, bahasa dan status lainnya. Hak ini menjadi dasar hak dan kewajiban lainnya.[2]
            Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
            Manusi makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
            Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu, selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
           
            Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak-hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
            Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak-hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
1.2  Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu Dalam sejarahnya bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa yang terjajah selama 350 tahun yang penuh kesengsaraan dan penderitaan akibat penjajahan. Oleh karenanya konstitusi Indonesia sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 bangsa Indonesia sangat menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap hak asasi manusia, juga dalam batang tubuh UUD 1945 memuat beberapa pasal sebagai implementasi hak asasi manusia, seperti; pasal 27 (1) tentang kesamaan kedudukan warga negara di muka hukum, pasal 27 (2) tentang hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, pasal 28 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, pasal 29 (1) tentang kebebasan memeluk agama, dan pasal 33 mengatur tentang kesejahteraan sosial. UUD RIS 1949 dan UUD Sementara 1950 memuat secara rinci ketentuan-ketentuan tentang hak asasi manusia.[3]
            Hal ini lah yang kemudian  menjadi tonggak sejarah yang strategis di bidang hak asasi manusia di bumi Indonesia, tenggang waktu setengah abad yang dirasakan cukup lama menunjukan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi dan menyesuaikan antara nilai-nilai universal dengan nilai-nilai yang sudah dianut berkaitan dengan hak asasi manusia.      Tonggak sejarah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian ke pustaka dan mengamati kondisi dengan seksama dari hasil yang di peroleh melalui buku-buku bacan yang menjadi inspirasi dan solusi dari hak asasi manusia.
1.3  Identifikasi Masalah
Beberapa pokok masalah atau permasalahan yang akan di bahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu :
1.    Apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia ?
2.    Bagaimana pekembangan hak asasi manusia dalam lintas sejarah ?
3.    Apa yang dimaksud dengan kewajiban asasi manusia ?

1.4  Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan penelitian dari paper ini yaitu :
1.    Untuk megetahui apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia ?
2.    Untuk mengetahui bagaimana pekembangan hak asasi manusia dalam lintas sejarah ?
3.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kewajiban asasi manusia ?

1.5  Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan paper ini yaitu :
1.      Metode Penelitian yang saya pakai adalah jenis penelitian normatif yang data-datanya diambil dari data pustaka yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2.      Bahan-bahan yang didapatkan melalui Intenet.

1.6  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan paper ini di bagi menjadi 3 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : ISI MATERI,  terdiri atas pengertian hak asasi manusia, hak asasi manusia dalam lintas sejarah, kewajiban asasi manusia.
BAB III : PENUTUP, terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
ISI
2.1    Pengertian Hak Asasi Manusia
            Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugrahi hak dasar tersebut, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya, tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, bahasa dan status lainnya. Hak ini menjadi dasar hak dan kewajiban lainnya.
            Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup, karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.[4]
            Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. Ia adalah hak dasar setiap manusia yang di bawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.[5]
            Menurut Pasal 1 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah‑Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.


Hak asasi manusia dapat di kelompokkan kepada lima jenis., yaitu[6] :
1.      Hak-hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama dan beraktivitas.
2.      Hak-hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
3.      Hak-hak yang sama untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan (the rights of legal equality).
4.      Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan.
5.      Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Umpamanya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan dan pemeriksaan.
2.2    Hak Asasi Manusia Dalam Lintas Sejarah
          Dalam lintas sejarah upaya memperjuangkan hak asasi manusia, antara lain tercatat sebagai berikut :
1.      Piagam Madinah (Shahifa Madinah)
Dibuat awal abad ke-7 M, sekitar 624 M.
Piagam Madinah adalah bentu kesepakatan yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW (Islam) besama komunitas Nasrani dan Yahudi di Madinah (yatsrib). Piagam ini dibuat untuk membangun kehidupan dalam komunitas (masyarakat, Negara) yang pluralistis. Di dalamnya mengandung paling tidak dua prinsip pokok HAM, yaitu :
1.      Semua pemeluk Islam adalah satu umat, walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2.      Hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim di dasarkan pada prinsip-prinsip :
a.       Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga
b.      Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.       Membela mereka yang teraniaya
d.      Saling menasehati
e.       Menghormati kebebasan beragama[7]
Piagam Madina ini ada yang mengatakan sebagai The first Written Constitution in The World (konstitusi tertulis pertama di dunia).[8]
2.      Magna Charta Tahun 1215
                        Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lack Land yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
                        Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.



Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
1.      Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
2.      Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
a.       Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
b.      Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
c.       Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
d.      Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
3.      Hobeas Corpus Act
                        Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
a.       Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
b.      Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
4.      Bill Of Rights
                        Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
a.       Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
b.      Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c.       Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
d.      Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing.
e.       Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
5.      Declaration Des Droits De L’homme Et Du Citoyen
                        Declaration Des Droits De L‘Homme Et Du Citoyen merupakan Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
                        Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
a.       Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
b.      Manusia mempunyai hak yang sama.
c.       Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
d.      Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan umum.
e.       Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
f.       Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
g.      Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
h.      Adanya kemerdekaan surat kabar.
i.        Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
j.        Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
k.      Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
l.        Adanya kemerdekaan rumah tangga.
m.    Adanya kemerdekaan hak milik.
n.      Adanya kemedekaan lalu lintas.
o.      Adanya hak hidup dan mencari nafkah.
6.      Declaration Of Independence Of The United States
                        Declaration Of Independence Of The United States merupakan pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam, seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak-hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika.
                        Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak-hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
                        John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
                        Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.

                        Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
a.       Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
b.      Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
c.       Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
d.      Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
                        Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.
7.      Universal Declaration Of Human Rights
                        Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.

                        Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
a.       Hidup
b.      Kemerdekaan dan keamanan badan
c.       Diakui kepribadiannya
d.      Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
e.       Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
f.       Mendapatkan asylum
g.      Mendapatkan suatu kebangsaan
h.      Mendapatkan hak milik atas benda
i.        Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
j.        Bebas memeluk agama
k.      Mengeluarkan pendapat
l.        Berapat dan berkumpul
m.    Mendapat jaminan sosial
n.      Mendapatkan pekerjaan
o.      Berdagang
p.      Mendapatkan pendidikan
q.      Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
r.        Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
                       
                        Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.
8.      Hak Asasi Manusia di Indonesia
             Hak asasi manusia (HAM) telah dikumandangkan oleh bangsa Indonesia, sejak 17 Agustus 1945, tiga tahun sebelum lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)  pada tanggal10 Desember 1948. Penegasan HAM oleh bangsa Indonesia nampak dalam pernyataan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karen tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”.[9]
             Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
             Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
             Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
             Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
a.       Rumusan Pancasila
b.      Undang-Undang Dasar 1945
c.       Tap MPR No.II/MPR/1998 tentang GBHN
d.      Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
e.       Keputusan Peresiden No. 50/1993 tentang dibentuknya Komisi Hak Asasi Manusia
f.       Keputusan Presiden No.181/1998 tentang dibentuknya Komisi Nasional Anti Kekeasan Terhadap Perempuan
g.      Undang-Undang  No. 5 Tahun 1998 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Penghukuman yang kejam
h.      Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum
i.        Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
j.        Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
             Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
a.       Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
b.      Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
c.       Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
d.      Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
e.       Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
f.       Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
             Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
             Sebagaimana diketahui, kesadaran politik merupakan awal dari bangkitnya kesadaran di berbagai sektor atau bidang kehidupan lainnya. Karena dari segi dan sistem poitikyang diterapkan dan dipilihlah yang menjadi sumber semua aktivitas dan kegiatan kemasyarakatan, dimana dapat berkembang atau mandek. Di dalam politik ada kekuatan dan kekuasaan  yang mengendalikan ke mana pejabat negara, aparat dan pejabat dapat melangkah.[10]
             Politik  hukum yang menjadi landasan dasar/dasar negara dibangun lebih lanjut dalam beragam peraturan perundangan yang mampu merefleksikan arah peraturan beragam masalah kemasyarakatan yang ada. Tentu saja, dari politik hukum yang di pilih segera di terjemahkan di dalam seperangkat aturan hukum yang sesuai dengan dasar yang telah diterapkan sebelumnya. Dengan demikian, prinsip taat asas harus menjadi pegangan bagi politisai/negarawan/birokrat/aparat dan dilaksanakan di tingkat di dibawahnya.[11]
             Di samping itu, dalam upaya penegakan hukum, keadilan dan Hak Asasi Manusia tidak saja dipengaruhi faktor internal, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana sistem hukum dan politik yang berlaku, juga faktor eksternal yang mampu mendorong atau sebaliknya menghambat penegakan HAM  di Indonesia. Dengan demikian, perkembangan politik internasional serta hubungan internasional yang semakin terbuka menyebabkan hubungan antara negara semakin gampang. Era globalisasi dan keterbukaan menuntut setiap negara harus membuka duri karena tidak ada satu negara pun yang mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Karenanya, negara akan mengalami kesulitan bila politik ketertutupan menjadi garis politik luar negrinya. Di dalam upaya penegakan hak asasi manusia, pengaruh dari intervensi, desakan, maupun himbauan dari banyak negar maupun lembaga-lembaga internasional sangat besar terhadap negara yang bersangkutan.[12]
2.3    Kewajiban Asasi Manusia
            Layaknya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu diciptakan berpasangan, Hak dan kewajiban juga sering kita jumpai berdampingan. Dan sekarang yang dipertanyakan adalah jika Hak Asasi Manusia sering kita ketahui ia ada. Tapi kenapa kita tak pernah dengar adanya Kewajiban Asasi Manusia. Dan jika memang HAM (Hak Asasi Manusia) itu ada dan KAM (Kewajiban Asasi Manusia) itu tak pernah ada. Bukankah kita semua memang manusia yang egois.
            Dalam berbicara hak aasasi bagi bagi setiap individu ada hal prinsip yang harus disadari bahwa unsur kewajiban mengikat kepada setiap individu tersebut. Hak kebebasan harus di imbangi oleh kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang melaksanakan kebebasan tersebut. Hubungan antara hak dan kewajiban juga berlaku dalam hal hubungan antara warga negara dan negara atau pemerintah. Semua warga negara memilliki hak mendapatkan rasa aman dari aparat negara tanpa perbedaan status sosial, tetapi merekapun berkewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Searah dengan itu negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan menjaga keamanan warganegara. Tanpa komitmen menjaga keseimbangan hak dan kewajiban antara sesama warga negara dan antara warga negara dengan negara, kekacauan dalamtatanan kehidupan sosial politik menjadi tak terelakkan, pasri terjadi.[13]


            Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban. Seseorang berhak untuk melakukan apapun kehendak dan cita-citanya, namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain dalam memperoleh ketenangan dan rasa aman. Dengan ungkapan lain, kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang sama.
            Pada hakekatnya Kewajiban Asasi Manusia hanya ada satu yaitu menghormati Hak Asasi Manusia. Sedangkan hak asasi manusia lebih dari satu jumlahnya. Yang semuanya adalah syarat-syarat mutlak yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi manusia utuh. Hanya manusialah yang memiliki hak, karena pada dasarnya ia tidak sempurna, sehingga perlu dipenuhi hak-haknya agar semakin mulus jalannya menuju manusia yang sempurna.
            Tuhan tidak memiliki hak asasi, karena ia sudah lengkap dan sempurna, sehingga tidak ada suatu apapun yang bisa diberikan manusia kepada Tuhan agar Tuhan menjadi lebih sempurna. Konsep hak mengandaikan masih adanya kebutuhan yang perlu dipenuhi. Tuhan tidak memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga sangatlah absurd kalau kita bicara soal hak asasi Tuhan. Kalau kita mengaku orang beriman, kita harus mengerti bahwa Tuhan justru memberikan sejumlah hak kepada setiap manusia ketika ia dilahirkan. Itulah hak asasi manusia.
            Jadi sebagai orang beriman, kita wajib memenuhi hak asasi manusia sebagai bukti penghargaan kita kepada Tuhan yang telah memberikan semuanya itu. Orang lain atau negara sekalipun tidak berhak mengambil hak tersebut karena hak tersebut diberikan langsung oleh Tuhan. Jadi kenapa kita bicara soal hak asasi manusia, bukan kewajiban asasi manusia, Karena inti dari konsep ini adalah perlindungan dan pemenuhan hak dari warga negara.
            Konsep ini menciptakan hubungan antara negara dan warga negaranya, dimana tugas penyelenggaraan negara adalah memenuhi hak asasi manusia warganya, atau orang yang berada dalam wilayah hukumnya. Dalam konsep ini tugas penyelenggaraan negara yang utama bukanlah pembangunan, tapi pemenuhan hak. Bangunan yang megah atau infrastruktur yang mewah dapat hancur dalam semalam oleh bencana alam maupun perang. Perekonomian yang bertumbuh dapat diruntuhkan dalam sekejap. Namun pemenuhan hak asasi memberikan bekal dan kemampuan utuh yang dibutuhkan setiap orang untuk bertahan hidup, sekalipun dalam kondisi bencana maupun krisis ekonomi. Kunci stabilitas negara-negara maju yang berbasis kesejahteraan (welfare states) adalah adanya pemenuhan hak warganya, bahkan kalau perlu negara melakukan proteksi untuk melindungi hak-hak warganya terhadap ancaman dari luar.
            Ribuan tahun sudah kita mendengar kisah-kisah para pemimpin yang menyengsarakan rakyatnya. Rakyat disengsarakan ketika para pemimpin membebani rakyat dengan segudang kewajiban, namun tidak memenuhi hak-hak mereka. Para bangsa yang terjajah harus membayar upeti kepada para penjajahnya, sementara hak-hak mereka ditindas. Saat inipun negara-negara berkembang dipaksa terus membayar hutang ke negara-negara maju, sementara hak-hak warga negara berkembang tidak dapat dipenuhi karena pembayaran hutang tersebut.
            Karena itulah kita bicara hak, bukan kewajiban. Orde Baru selalu muncul dengan menuntut kewajiban-kewajiban kita, namun mengabaikan sejumlah besar hak asasi warganya. Pemerintah saat inipun tidak berbeda, mereka selalu menuntut warganya macam-macam, namun selalu menunda memenuhi hak-hak warganya. Dalam hal pendidikan misalnya, pemerintah selalu menunda pemenuhan anggaran pendidikan yang 20%, namun begitu getol menuntut peserta didik untuk lolos UAN misalnya. Pemerintah menuntut banyak dari warga pengguna kendaraan pribadi namun lupa menyediakan sarana transportasi umum yang baik. Pemerintah yang buruk adalah pemerintah yang membangun serangkaian pembatasan dan kewajiban, bukannya memberikan kebebasan dan hak.
            Kalau begitu kita sebagai warga negara tinggal berpangku tangan menunggu negara menyediakan semuanya bagi kita, Tentu tidak, tugas kita sebagai warga negara adalah memastikan bahwa penyelenggaraan negara berjalan semestinya sehingga negara dapat menjalankan perannya dalam memenuhi hak warganya. Bahkan kita sebagai warga dapat juga saling membantu warga lainnya dalam memenuhi haknya. Ketika kita sedang berusaha memenuhi hak asasi warga lainnya, saat itu sesungguhnya kita sedang berusaha juga memenuhi hak-hak kita sendiri. Namun jelas, upaya yang kita lakukan tidak berarti kita mengambil tanggung jawab negara, karena negaralah yang membuat semua usaha
pemenuhan hak tersebut terkoordinir dengan baik dan strategis.
            Anda adalah warga negara yang baik jika anda berdemo menuntut penuntasan kasus pembunuhan Munir, misalnya. Karena dengan memastikan hak untuk Munir, anda sebetulnya sedang memastikan hak anda sendiri untuk hidup, untuk lepas dari ancaman pembunuhan. Sekaligus dalam demo itu anda sebetulnya sedang memberikan arahan dan mengingatkan pemerintah bagaimana mereka harus membangun negara ini. Tentu banyak yang bisa anda kerjakan, bukan hanya berdemo, yang jelas upaya yang dilakukan warga negara tidak bisa mengambil fungsi negara, sebagaimana negara tidak bisa menyerahkan kewajibannya kepada warga negara. Karena negaralah yang punya wewenang untuk menjalankan pemerintahan, sehingga peran terbesar tetaplah ada di tangan negara.
            Jabatan publik sebetulnya bukanlah kemewahan tapi adalah jihad, bukan prestasi tapi ujian, bukan alat pemupuk kekayaan melainkan wahana untuk memberi dan mengayomi. Karena itu jadi pemimpin sebetulnya sulit, dan orang yang "normal" sebetulnya justru akan menjauhi jabatan publik, bukan berebut untuk mendapatkannya.
            Bukankah hak asasi manusia berasal dari barat, khususnya dari negara pemenang perang dunia II, sehingga belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia, Barat, atau negara pemenang PD II, menciptakan konsep dan instrumen hukum nasional serta internasional untuk memenuhi hak asasi manusia, mereka bukan penemu hak asasi manusia.
            Ribuan tahun sebelum konsep HAM ala barat muncul, berbagai agama di dunia, aliran kebatinan dan spiritualitas, sebagian budaya lokal telah mengajarkan manusia mengenai cara hidup yang benar, dan umumnya cara tersebut melingkupi pemenuhan hak-hak asasi manusia. Jadi prinsip yang melatarbelakangi HAM sebetulnya adalah prinsip universal, yang pernah lahir dari kebudayaan manapun di dunia. Instrumen HAM yang lahir di baratpun sebetulnya saat ini telah diperkaya oleh banyak organisasi-organisasi dan individu dari berbagai belahan dunia, khususnya mereka yang berasal dari negara-negara yang miskin dan berkembang. Sumbangan ini dikarenakan masalah-masalah pemenuhan HAM pada jaman sekarang justru banyak terjadi di negara-negara berkembang, yang notabene bukanlah "barat".

            Saya memperhatikan bahwa mereka di dunia ini yang menolak konsep HAM memiliki beberapa karakter, misalnya berasal dari golongan yang dalam bekerja dituntut untuk ekstra hati-hati agar dalam kegiatan operasionalnya mereka tidak melanggar HAM, atau berasal dari kelompok yang dituduh berperan dalam pelanggaran HAM masa lalu, berasal dari kelompok yang memiliki pemimpin yang bersifat otoritarian atau feodal
(kelompok agama, suku atau kelompok kepentingan), atau berasal dari kelompok yang memiliki target untuk menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya.
            Lantas sampai di mana seseorang bisa menuntut haknya, Bukankah bisa terjadi seseorang menuntut terus sehingga menyengsarakan orang lain, Kita harus ingat bahwa HAM berguna untuk mencapai manusia yang seutuhnya, sehingga ketika tuntutan kita demikian rupa sehingga mengakibatkan orang lain tidak bisa menjadi manusia yang utuh, maka disitu kita telah melewati batas. Kewajiban asasi kita adalah memenuhi hak asasi orang lain, dan dalam menuntut hak asasi untuk kita sendiri, kita tidak bisa menuntut agar orang lain menyerahkan hak asasinya untuk kita.
            Karena itu kita tidak perlu takut atau curiga terhadap konsep HAM, justru kita harus melaksanakannya dengan sepenuh hati. Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia merupakan deklarasi yang diadopsi dari Resolusi Majelis Umum PBB (10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris), menggariskan pandangan organisasi ini pada jaminan hak asasi manusia bagi semua orang. Eleanor Roosevelt menyebutnya sebagai "Magna Carta bagi seluruh umat manusia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan materi di atas yang telah di jelaskan pajang dan lebar, penulis dapat mengambil kesimpulah bahwa, jika kita berbicara tentang HAM dimana setiap manusia sejak lahir memiliki hak utama yang melekat dan suci, yaitu hak hidup dari tuhan dan hak-hak lainya demi pemenuhan kebutuhan lahir batinnya, maka tidak ada kekuatan apa pun yang berhak dan mampu mencabutnya, hanya dengan landasan hukum konstitusional yang adil dan benar lewat proses legal, maka pencabutan dapat dibenarkan baik untuk sementara maupun seterusnya.
Dalam upaya penegakan hukum, keadilan dan Hak Asasi Manusia tidak saja dipengaruhi faktor internal, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana sistem hukum dan politik yang berlaku, juga faktor eksternal yang mampu mendorong atau sebaliknya menghambat penegakan HAM. 

3.2 Saran - saran 
Akibat beragam perbedaan kepercayaan, keyakinan politik, etnik, golongan dan agama dangan segala variasinya, maka perbedaan itu akan selalu hidup dan ada dalam komunitas nasional dan internasional. Untuk mempertahankan hak dasar tersebut, perlu perjuangan dan gerakan bersama (politik dan moral) umat manusia melalui lembaga internasional, nasional, baik politik, sosial, ekonomi, keagaman, budaya dan sejenisnya maupun perseorangan. Tanpa adanya gerakan bersama tersebut, perjalanan dan uaha memperjuangkan HAM masih banyak menghadapi tantangan atau masalah.


[1] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pasal 1 ayat 3.
[2] Suparman Usman, Etika dan tanggung jawab profesi hukum di Indonesia, jakarta, Gaya Media Pratama, 2008, hlm 65.
[3] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, op.cit.
[4] Di dalam buku, Suparman usman, Etika dan tanggung jawab profesi hukum di Indonesia, jakarta, Gaya Media Pratama, 2008, hlm 65. Ubaidillah et.al, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syahid Jakarta, Revisi II, 2006. Hlm 252 dst.
[5] Suparman Usman, op.cit, hlm 66.
[6] Di dalam buku, Suparman usman, Etika dan tanggung jawab profesi hukum di Indonesia, jakarta, Gaya Media Pratama, 2008, hlm 66. Dardji Darmodiharjo, Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995, hlm 150 dst. Lihat juga Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
[7] Ibid, hlm 67. Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, UI Press, 1995. A. Ubaidillah, et. al, op. Cit, hlm 289.
[8] Suparman Usman, op.cit, hlm 67.
[9] Suparman Usman, op.cit, hlm 68.
[10] Masyhur Effendi, HAM dalam dimensi/dinamika yuridis, sosial, politik dan proses penyusunan/aplikasi HA-KHAM dalam masyarakat. Bogor selatan, ghalia Indonesia, hkm 80.
[11]  Ibid, hlm 80.
[12] Ibid, hlm 80.
[13] Suparman Usman, op.cit, hlm 86.