Minggu, 13 Februari 2011

Pancasila dalam Kajian Filsafat Hukum


TUGAS
Mata Kuliah Filsafat Hukum
Dengan Judul
“Pancasila dalam Kajian Filsafat Hukum”


HUKUM















 Nama    : Afriman Oktavianus
                                                         Nim       : 070144
                                                         Kelas    : VII D



FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG BANTEN
2011

BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang Masalah
Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia.
 Sekedar menyinggung konsep dalam Islam, bahwa Islam menilai hukum tidak hanya berlaku di dunia saja, akan tetapi juga di akhirat, karena putusan kebenaran, atau ketetapan sangsi, disamping berhubungan dengan manusia secara langsung, juga berhubungan dengan Allah SWT, maka manusia disamping ia mengadopsi hukum-hukum yang langsung (baca ; samawi dalam Islam) wahyu Tuhan yang berbentuk kitab suci, manusia dituntut untuk selalu mencari formula kebenaran yang berserakan dalam kehidupan masyarakat, manusia akan melihat dari kenyataan empiris sebagai bekal mengkaji secara mendalam, memberikan makna filosofis dengan mengetahui hakikat kebenaran yang hakiki.
Filsafat atau disebut juga ilmu filsafat, mempunyai beberapa cabang ilmu utama . Cabang Ilmu utama dari filsafat adalah ontologi, epistimologi, tentang nilai (aksiologi), dan moral (etika). Ontologi (metafisika) membahas tentang hakikat mendasar atas keberadaan sesuatu. Epistimologi membahas pengetahuan yang diperoleh manusia, misalnya mengenai asa lnya (sumber) dari mana sajakah pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran kebenaran pengetahuan yang telah diperaleh manusia itu dan bagaimanakah susunan pengetahuan yang sudah diperaleh manusia. I1mu tentang nilai atau aksiologi adalah bagian dari filsafat yang khusus membahas mengenai hakikat nilai berkaitan dengan sesuatu. Sedangkan filsafat moral membahas nilai berkai tan de nga n tingkah laku manusia dimana nilai disini meneakup baik dan buruk serta be nar dan sa lah.
Kaitannya dengan pembentukan hukum di Indonesia, setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).
Keadilan ini berkaitan dengan pendistribusian hak dan kewajiban, diantara sekian hak yang dimiliki manusia terdapat hak yang bersifat mendasar yang merupakan anugerah alamiah langsung dari Allah SWT yaitu hak asasi manusia atau hak kodrati manusia, semua manusia tanpa pembedaan ras, suku, bangsa, agama, berhak mendapatkan keadilan, maka di Indonesia yang notabene adalah negara yang sangat heterogen tampaknya dalam membentuk formulasi hukum positif agak berbeda dengan negara-negara yang kulturnya homogen, sangatlah penting kiranya sebelum membentuk suatu hukum yang akan mengatur perjalanan masyarakat, haruslah digali tentang filsafat hukum secara lebih komprehensif yang akan mewujudkan keadilan yang nyata bagi seluruh golongan, suku, ras, agama yang ada di Indonesia, penulis tertarik dengan argumen Bismar Siregar bahwa ia pernah mengatakan “bila untuk menegakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum, akan saya korbankan hukum itu, hukum hanya sarana, sedangkan tujuan akhirnya adalah keadilan”, lalu bagaimana sebenarnya membentuk hukum yang mencerminkan keadilan yang didambakan, untuk itulah penulis tertarik untuk mencoba mendudukkan peranan pancasila dalam membangun bangsa dan negara ditinjau dari sisi filsafat hukum sebagai Starting Point pembentukan hukum yang akan kita bahas berikutnya, dalam hal ini penulis juga sangat tertarik dengan buku filsafat hukum Abdul Ghofur Anshori dimana dalam bukunya yang berjudul filsafat hukum sejarah, aliran danpemaknaan telah memaparkan dengan jelas berkenaan dengan bahasan penulis diatas, dan penulisan yang sederhana ini sedikit banyak terinspirasi dari buku beliau tersebut.

1.2  Identifikasi Masalah
Adapun beberapa identifikasi masalah dari makalah ini yaitu :
1.      Apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum ?
2.      Apakah peranan pancasila dalam membangun bangsa dan negara ditinjau dari sisi filsafat hukum?

1.3  Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan penelitian dari makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui hakikat filsafat hukum
2.      Untuk mengetahui peranan pancasila dalam membangun bangsa dan negara ditinjau dari sisi filsafat hukum




1.4  Metode Penelitian
1.   Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
2.   Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
3.      Bahan – bahan yang didapatkan melalui Intenet.

1.5  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan paper ini di bagi menjadi 3 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : ISI MATERI,  Pada bab ini yang merupakan isi materi, terdiri atas; pengertian filsafat, pancasila dalam kajian filsafat hukum.
BAB III : PENUTUP, pada bab ini yang merupakan penutup, terdiri atas ; kesimpulan dan saran-saran.










BAB II
ISI
2.1  Pengertian Filsafat
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah:
1.      Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya,
2.      Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistemologi.
Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 - 322 SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Secara Umum Pengertian Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yaitu:
1.      rasional, metodis, sistematis, koheren, integral,
2.      tentang makro dan mikro kosmos
3.      baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga praktek.
Kemudian berkenaan dengan Filsafat Hukum Menurut Gustaff Radbruch adalah cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sedangkan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum, Anthoni D’Amato mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum (juris) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat , yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mernpelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempel ajari hukum secara filosofi. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji seea ra mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat. Pertanyaan tentang "apa (hakikat) hukum itu?" sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi jawaban yang diberikan temyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldoorn (1985) hal tersebut tidak lain karena hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak.
Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh panca indera manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu, pertimbangan nilai di balik gejala-gej ala hukum tersebut luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma (kaidah) hukum tidak termasuk dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia lain (sol/en dan mogeni) sehingga norma hukum bukan dunia penyelidikan ilmu hukum.
Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto menyebutkan sembilan arti hukum, yaitu :
1.      Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
2.      Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
3.      Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.
4.      Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
5.      Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer)
6.      Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi
7.      Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan
8.      Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian
9.      Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ;
1.      Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum.
2.      Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya.
Lebih jauh Prof. Dr. H. Muchsin, SH. dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara membagi definisi filsafat dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu itu kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang berwenang di sebuah negara.
Penulis tidak mempermasalahkan definisi mana yang paling benar atau paling tepat, dalam hal ini penulis mengetengahkan beberapa pendapat para ahli agar dalam makalah ini lebih kaya khazanah, serta terdapat perbandingan bagi pembaca, secara kritis penulis mendudukkan filsafat hukum sebagai perwujudan pembentukan hukum yang dilakukan oleh pembentuk hukum di negara kita.
filsafat hukum dari Prof. Dr. H. Muchsin, S.H. yang mana beliau menjelaskan definisi dari tiap hubungan bagan sebagai berikut : Filsafat adalah ilmu pengetahuan alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya, Filsafat Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, Teori merupakan pendapat yang dikemukakan oleh seseorang mengenai suatu asas umum yang menjadi dasar atau pedoman suatu ilmu pengetahuan, kemudian hukum adalah semua aturan-aturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang dibuat maupun diakui oleh negara sebagai pedoman tingkah laku masyarakat yang memiliki sanksi yang tegas dan nyata bagi yang melanggarnya.
Teori Hukum adalah teori yang terdiri atas seperangkat prinsip-prinsip hukum yang menjadi pedoman dalam merumuskan suatu produk hukum sehingga hukum tersebut dapat dilaksanakan di dalam praktek kehidupan masyarakat, Asas Hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum dasar-dasar umumtersebut mengandung nilai-nilai etis.
Politik Hukum adalah perwujudan kehendak dari pemerintah Penyelenggaraan Negara mengenai hukum yang belaku di wilayahnya dan kearah mana kukum itu dikembangkkan, Kaedah Hukum adalah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara mengikat setiap orang dan belakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang berwenang sehingga berlakunya dapat dipertahankan, Praktik Hukum adalah pelaksanaan dan penerapan hukum dari aturan-aturan yang telah dibuat pada kaedah hukum dalam peristiwa konkrit.

2.2  Pancasila Dalam Kajian Filsafat Hukum
A.    Pancasila Sebagai Dasar Negara
            Pancasila sebagai falsfah negara (philosohische gronslag) dari negara, ideology negara, dan statside. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu udang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suat susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada” Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu:
1.      Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan
2.      Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis).
3.      Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis)
B.     Pancasila Sebaagai Dasar Filsafat Negara
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai “satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal (”milik dan ciri khas bangsa Indonesia”) diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis yang bertolak dari urut-urutan pemahaman (”ordo cognoscendi”), dan bukan bertolak dari urut-urutan logis (”ordo essendi”) yang menempatkan Allah sebagai prioritas utama.
Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran di atas kertas, dan Pancasila sebagai falsafah. Kategori yang kedua adalah adanya lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap sila di dalamnya yang oleh karena perkembangan sejarah masih tetap berfungsi sebagai landasan ideologis, maupun nilai-nilai filsafat yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.
Pancasila tidak dapat diragukan lagi dalam naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi “defining characteristics” pernyataan jati diri bangsa, cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan, hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jati diri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri.
Sesungguhnya dalam kata “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat isyarat utama untuk mendapatkan informasi tentang arti Pancasila, dan kunci bagi kegiatan merumuskan muatan filsafat yang terdapat dalam Pancasila. Dalam konteks itu dapatlah diidentifikasikan mana yang bernilai universifal dan mana yang bersifat lokal, ciri khas bangsa Indonesia. Secara harafiah “Bhinneka Tunggal Ika” identik dengan “E Pluribus Umum” pada lambang negara Amerika Serikat. Demikian pula dokumen Pembukaan UUD 1945 memiliki bobot sama dengan “Declaration of Independence” negara tersebut. Suatu kajian atas Pancasila dalam kacamata filsafat tentang manusia menurut aliran eksistensialisme disumbangkan oleh N Driyarkara. Menurut Driyarkara, keberadaan manusia senantiasa bersifat ada bersama manusia lain. Oleh karena itu rumusan filsafat dari Pancasila adalah sebagai berikut:
Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dalam-ikatan-cintakasih (”liebendes Miteinadersein”) dengan sesamaku. Perwudjudan sikap cintakasih dengan sesama manusia itu disebut “Perikemanusiaan yang adil dan beradab”.
Perikemanusiaan itu harus kujalankan dalam bersama-sama menciptakan, memiliki dan menggunakan barang-barang yang berguna sebagai syarat-syarat, alat-alat dan perlengkapan hidup. Penjelmaan dari perikemanusiaan ini disebut “keadilan sosial”.
Perikemanusiaan itu harus kulakukan juga dalam memasyarakat. Memasyarakat berarti mengadakan kesatuan karya dan agar kesatuan karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari perikemanusiaan, setiap anggota harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Itulah demokrasi  “kerakyatan yang dipimpin …”.
Perikemanusiaan itu harus juga kulakukan dalam hubunganku dengan sesamaku yang oleh perjalanan sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan dan adat istiadat, telah menjadikan aku manusia konkrit dalam perasaan, semangat dan cara berfikir. Itulah sila kebangsaan atau “persatuan Indonesia”.
Selanjutnya aku meyakini bahwa adaku itu ada-bersama, ada-terhubung, serba-tersokong, serba tergantung. Adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatanku sendiri. Adaku bukan sumber dari adaku. Yang menjadi sumber adaku hanyalah Ada-Yang-Mutlak, Sang Maha Ada, Pribadi (Dhat) yang mahasempurna, Tuhan yang Maha Esa. Itulah dasar bagi sila pertama: “Ketuhanan yang Maha Esa”.

C.     Nilai Luhur Bangsa
Dalam menjalankan kehidupan berbangsa diperlukan adanya pelaksanaan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, agar nilai norma dan sikap yang dijabarkan benar-benar menjadi bagian yang utuh dan dapat menyatu dengan kepribadian setiap manusia Indonesia, sehingga dapat mengatur dan memberi arah kepada tingkah laku dan tidak tanduk manusia itu sendiri.
Pancasila dibahas, dirumuskan dan disepakati sebagai dasar dan tujuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Setiap gerak, arah dan cara kita juga harus senantiasa dijiwai oleh Pancasila.  Pancasila yang bulat dan utuh akan memberikan kita keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai apabila didasarkan atas keserasian dan keselarasan serta keseimbangan.  Baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan batiniah.



Bangsa kita tidak akan bisa maju jika kita sendiri belum bisa memahami dan dapat memecahkan watak dan moral manusia Indonesia sekarang ini, antara lain:
  1. Hipokrit; senang berpura-pura, lain dimuka, lain dibelakang.  Serta menyembunyikan yang dikehendaki karena takut ganjaran yang merugikan dirinya.
  2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatan, atau sering memindahkan tanggung jawab tentang suatu kesalahan dan kegagalan kepada orang lain.
  3. Berjiwa feodalis senang memperhamba pihak yang lemah, senang dipuji, dan tidak suka dikritik.
  4. Mempunyai watak yang lemah serta kuat mempertahankan keyakinannya.
  5. Kurang sabar, dengki, cemburu.
  6. Melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme
Karena itu perlu didorong dan dituntun oleh pandangan hidup yang luhur sedini mungkin, sebab tantangan dimasa depan akan semakin sulit dan semakin berat yang menuntut kita untuk meningkatkan sumber daya manusia tanpa meninggalkan nilai luhur-luhur dari ideologi bangsa kita yaitu PANCASILA.
Pancasila sebagai moral bangsa sangat dibutuhkan, sebab Pancasila mempunyai fungsi meliputi:
  1. Keharmonisan hubungan sosial, karena moral memberikan landasan kepercayaan kepada sesama, percaya atas itikad baik setiap kebaikan orang.
  2. Menjamin landasan kesabaran untuk dapat bertahan terhadap naluri dan keinginan nafsu memberi daya tahan dalam menunda dorongan rendah yang mengancam harkat dan martabat.
  3. Menjamin kebahagiaaan rohani dan jasmani.
  4. Memberikan motivasi dalam setiap sikap dan tidakan manusia untuk berbuat kebaikan dan kebajikan yang berlandaskan moral.
  5. Memberikan wawasan masa depan, baik konsekuensi maupun sangsi sosial terutama yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap Tuhan dalam kehidupan akhirat.


Pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh, yaitu:
  1. Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara lain mencakup tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME dan meletakkan landasan spritual, moral dan etika yang kukuh bagi moral bangsa.
  2. Pengamalan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yaitu mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban asasi manusia, penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidak adilan dari muka bumi.
  3. Pengamalan sila Persatuan Indonesia, mencakup pembinaan bangsa di kehidupan manusia, masyarakat, bangsa dan negara.  Sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
  4. Pengamalan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, yaitu mencakup upaya makin menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi yang makin mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis.
  5. Pengamalan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yaitu mencakut upaya mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita sebagai bangsa Indonesia, hendaknya dapat menjalankan nilai-nilai dalam Pancasila secara seutuhnya.  Jika kita sudah menjalankannya, mungkin tidak akan ada lagi pertikaian antar sesama, seperti yang kita lihat akhir-akhir ini.
D.    Kepribadian Bangsa
Sebagai bangsa Indonesia, kita berkeyakinan bahwa pancasila yang kini menjadi dasar Negara, adalah falsafah Negara, pandangan hidup dan sebagai jiwa bangsa.
Pancasila yang menjadi dasar Negara sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan dasar dalam motivasi dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pancasila sebagai pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar dapat berdiri dengan kokoh. Selain itu, pancasila sabagai identitas diri bangsa akan terus melekat pada di jiwa bangsa Indonesia. Pancasila bukan hanya di gali dari masa lampau atau di jadikan kepribadian bangsa waktu itu, tetatapi juga diidealkan sebagai kepribadian bangsa sepanjang masa.

E.     Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai nilai dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Operasionalisasi dari nilai dasar pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.
Sistem hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan. Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan. Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV.

F.      Ideologi Negara
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakekatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup Masyrakat sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kuasa materialis (asal bahan) Pancasila. Unsur- unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan okeh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa negara Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil ideology dari bangsa lain. Selain itu Pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan Pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada hake katnya untuk seluruh lapisan serta unsur-unsur bangsa secara komperensif. Oleh karena ciri khas Pancasila itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.

G.    Pertumbuhan Budaya Manusia Dan Bangsa Indonesia
Keberagaman menjamin kehormatan antarmanusia di atas perbedaan, dari seluruh prinsip ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia, baik ilmu ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Hak asasi manusia memperoleh tempat terhormat di dunia, hak memperoleh kehidupan, kebebasan dan kebahagiaan yang dirumuskan oleh MPR, dan ketika amandemen UUD `45, pasal 28, ditambah menjadi 10 ayat dengan memasukkan substansi hak pencapaian tujuan di dalam pembukaan UUD `45. Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila adalah rasionalitas kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manuasia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beranekaragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang diliukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukan untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, indvidu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat, yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai dengan keragaman budaya kita sendiri. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebhinekaan harus ditolak, pada saat yang sama segala sesuatu yang mengancam moral kebhinekaan harus diberantas. Karena kebhinekaan yang bermatabat di atas moral bangsa yang kuat pastilah menjunjung eksistensi dan martabat manusia berbeda.









BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai “satu-satunya azas” dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal (“milik dan ciri khas bangsa Indonesia”) diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis yang bertolak dari urut-urutan pemahaman (“ordo cognoscendi”), dan bukan bertolak dari urut-urutan logis (“ordo essendi”) yang menempatkan Allah sebagai prioritas utama.

3.2  Saran – saran
Dalam hal ini penulis hanya dapat memberikan beberapa saran-saran yang mungkin selama ini terlupakan oleh para wakil rakyat yang mempunyai wewenang legislasi yang di amanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan juga Presiden RI sekarang ini bahwa pancasila sebagai falsafah suatu bangsa yang artinya sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, jika di bawa ke ranah Negara yaitu sebagai Idiologi Negara yang dapat menjadi filter yang akan meng filterisasi dari segala hal yang datang dari luar atau bangsa dan negara lain yang akan kita adopsi atau ratifikasi sebagai kebijakan dan budaya yang menentukan nasib bangsan dan negara ini kedepan. Fungsi inilah yang harus kita kedepankan jangan hanya sebagaisimbol.




DAFTAR PUSTAKA
·         Usman Suparman. 2010. Pokok - Pokok Filsafat Hukum. Serang. Suhud Sentrautama
·         Anshori Abdul Ghofur. 2006.  Filsafat Hukumsejarah, Aliran Dan Pemaknaan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
·         Kansil Cst. 2002. Pengantar Ilmuhukum dan Tatahukum Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka
·         Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta, Paradigma
·         Undang Undang dasar 1945 hasil amandemen